Awal 23 Desember 1958, Wajah Kepala Negara kita Bapak Ir.
Soekarno begitu berseri-seri dan bahagia karena impiannya untuk membangun
fasilias olahraga terbesar, paru-paru kota dan tempat warga berkumpul milik
Indonesia akan segera terealisasi sesegera mungkin, setelah tepat pada hari itu
Kredit lunak dari Uni Soviet kepada Indonesia sebesar 12,5 juta Dollar AS telah
cair dan siap diuangkan.
8 Februari 1960, Ir. Soekarno menancapkan tiang
pancang pertama stadion ini yang kala itu disaksikan Anastas Mikoyin (Wakil PM
Uni Soviet) sebagai tonggak awal dibangunnya Stadion Utama Gelora Bung Karno,
stadion terbesar di negeri cincin api ini diletakkan dan siap untuk dibangunnya
bangunan nan mewah, megah dan menjadi trademark dari Indonesia kala itu. Karena
dibangunnya stadion ini juga berhubungan dengan dibangunnya kompleks olahraga
Gelanggang Olah Raga Bung Karno demi menyambut Asian Games ke-IV pada tahun
1962.
Pada tahun itu, impian sebuah negeri yang baru merdeka
untuk membangun stadion dengan kapasitas +/- 100.000 penonton adalah hal yang
sangat membanggakan. Bayangkan saja, pada saat itu SUGBK bisa menampung
penonton lebih banyak daripada Stadion Wembley Inggris, Stadion Maracana
Brazil, Stade de France Perancis dan banyak stadion lain di dunia.
21 Juli 1962, Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan
kapasitas 100.000 orang penonton telah selesai dibangun, dengan Sumbu panjang
bangunan (utara – selatan) sepanjang 354 meter, sumbu pendek (timur – barat)
sepanjang 325 meter. Stadion ini dikelilingi oleh jalan lingkar luar sepanjang
920 meter. Bagian dalam terdapat lapangan sepak bola berukuran 105 x 70 meter,
berikut lintasan lari berbentuk elips, dengan sumbu panjang 176,1 meter dan
sumbu pendek 124,2 meter.
Yang lebih luar biasa lagi dari SUGBK adalah ciri khas
atap ‘temu gelang’. Atap oval yang melingkari stadion itu adalah murni ide dari
proklamator kita, bapak Ir. Soekarno semata-mata untuk menunjukkan kehebatan
negara kita pada negara-negara lain di dunia. Berikut adalah cuplikan pidato
beliau ketika memerintahkan arsitek untuk membangun atap ‘temu gelang’.
“Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet,
bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di lain tempat di
seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun mereka tetap berkata, yah tidak
mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya
temu gelang, di mana-mana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali
lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang.Tidak lain dan tidak bukan
oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa.
Kecuali praktis juga ada gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya
matahari. Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini terbukti
benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi
oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang
atapnya temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang
melihatnya”
Setelah sempat mengalami renovasi pada tanggal 24 Juli
1962 dan perbesaran pada tanggal 17 Agustus 1962, seminggu kemudian tepat 24
Agustus 1962 SUGBK dibuka untuk pertama kali.
Pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno (2)
Inilah Stadion kebanggan kami yang dulu pada era Orde
Baru GOR ini berubah nama menjadi Senayan karena semua hal yang berbau Soekarno
adalah hal ‘haram’ di Indonesia. Namun tepat pada era reformasi 1998, Kompleks
Olahraga ini kembali dirubah namanya seperti semula sesuai Surat Keputusan
Presiden No. 7/2001.
Mungkin orang-orang masih banyak yang belum tahu
mengapa kompleks dan stadion ini dinamai nama Presiden pertama kita. Yah, GOR
dan Stadion ini dinamai Bung Karno untuk menghargai jasa beliau sebagai
penggagas dibangunnya kompleks olahraga ini.
Pada tahun 2007, demi menyambut even besar Piala asia
2007 dimana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah, SUGBK mengalami renovasi
kembali, yaitu dengan pengurangan jumlah penonton dimana sebelumnya dapat
menampung 100.000 penonton, kini dengan pembenahan seat di SUGBK, jumlah
penonton yang dapat masuk untuk menikmati pertandingan ini hanya 88.083
penonton. Tapi tak apalah, Stadion kita masih bisa menampung penonton lebih
banyak daripada Stade de France, Ollimpico Roma, Santiago Bernabeu Spanyol dan
beberapa stadion internasional lainnya.
SUGBK sekarang :
Tribune atas sector 13 SUGBK
Yah, disinilah kami para supporter bersua. Untuk
mendukung tim Garuda, 11 pemain yang berjuang mati-matian di alas rumput
permadani ruang tengah ‘rumah’ kami. Dengan kami para suporter yang yang rela
memenuhi tiap jengkal tribune stadion ini sebagai pengganti dinding-dinding
‘rumah’ kami, dan beberapa suporter yang tidak dapat masuk stadion untuk
memenuhi halaman depan ‘rumah’ kami.
Tolong jangan rusak halaman ‘rumah’ kami dengan aksi
politik kalian, tolong jangan hancurkan pagar-pagar pembatas ‘rumah’ kami
dengan aksi-aksi kotor dan hina kalian. Ingatlah, ini adalah tempat suci dimana
Sang Proklamator menginginkan negeri ini dikenal dan menuai pujian dari negara
lain. Tolonglah, disini bukan ‘rumah’ bagi kalian yang hanya memakai halaman
kami untuk identitas-identitas pencitraan organisasi kalian, disini bukan medan
perang demi memperjuangkan kelompok-kelompok individu kalian, disini adalah
temapt magis dimana legenda kita pun berjuang mati-matian ditengah lapangan.
Tolong Usir Orang-orang Seperti Mereka Dari Rumah Kami
Di ‘rumah’ kami inilah, tawa, teriakan, senyuman
bahkan tangis haru mengiringi perjuangan pemain-pemain kebanggan kita di
‘rumah’ sendiri. Sejauh ini selama ‘rumah’ kita menjamu negara lain sebagai
tuan rumah kompetisi, kita hanya sekali menikmati kejayaan pesta di ‘rumah’
sendiri, saat memperoleh medali emas Sea Games 1987, pada turnamen lainnya
sekelas AFF/Tiger Cup kita berulang kali menjadi tuan rumah namun kitapun
dibuat menangis pada akhir 2010 lalu, dan kembali mengingatkan bahwa kita hanya
jago runner up di turnamen itu. Selain itu pada Piala Asia walau menjadi tuan
rumah, kita hanya mampu memuaskan warga ‘rumah’ hanya dengan berkutat di babak
1 turnamen. Apakah ini kutukan’ rumah’ kami? Ditempat selayak ini, kita bahkan
belum mencicipi piala satupun walau sempat tersenyum dengan kalungan emas di
‘rumah’ sendiri.
Di pinggir halaman ‘rumah’ kami sudah puluhan pelatih
berdiri menyemangati anak asuhnya, mulai dari Pogacnik, EA Mangindan, Endang
Witarsa, Wiel Coerver, Suwardi Arlan, Balkom, Janota, Fischer, Harry Tjong,
Sinyo Aliandoe, Trio Basri Iswadi Idris dan Abdul Kadir, Bertje M, Anatoli
Polosyn, Ivan Toplak, Matte, Danurwindo, H Wullems, Rusdy Bahalwan, Schumm,
Nandar Iskandar, Benny Dollo, Ivan Kolev, Peter White, Alfred Riedl hingga Wim
Rijsbergen.
Di bawah mistar di halaman belakang ‘rumah kami pun
sudah berdiri kiper-kiper tangguh seperti Ronny Pasla, Listianto rahardjo,
Hendro Kartiko, Kurnia Sandy, Markus Horison, Ferry Rotinsulu hingga generasi
Kurnia Meiga danAndrytani.
Dan penjaga palang pintu pertahanan ‘rumah’ kami pun
tak kalah garang, dimana pernah ada nama-nama Iswadi Idris, Herrkis, Robby
Darwis, Rully Nere, Aji Santoso, Sugiantoro, Sudirman, Anang Maruf, Charis
hingga generasi Hamka dan Gunawan DC.
Di ruang tengah ‘rumah’ kami pernah ada pemain hebat
macam Ansyari Lubis, Fachri Hussaini, Uston, Bima Sakti, Ronny Patti,Ponaryo,
Zulkarnaen Lubis, Utina, Bustomi hingga menurun ke generasi Egi Melgiansyah,
Andik dan Dirga Lasut.
Di ruang depan ‘rumah’ kami juga pernah ada
pembunuh-pembunuh berdarah dingin yang tak segan menunjukkan kemampuannya macam
Bambang Nurdiansyah, BP, Kurniawan, Gonzales, Widodo CP, Ricky Yacob, Dede
Sulaeman, Rochy Putiray, Ilham JK, Boaz hingga menurun ke generasi duo papua
Wanggai dan Tibo.
Kami hanya ingin menangis bangga kali ini, jangan
kecewakan harapan kami di tempat suci ini. Buatlah Alm. Soekarno, Alm.
Soeratin, Alm. Ramang dkk tersenyum dengan bangga melihat kalian mengangkat
trophy dirumah sendiri.
0 comments:
Post a Comment